Penguatan Aspek Hukum Bank Syariah melalui PP No. 72 Tahun 1992, pasal 2 menjelaskan bahwa prinsip bagi hasil prinsip bagi hasil yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan/pemanfaatan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya, menetapkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan penyediaan dana masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja termasuk kegiatan usaha jual beli dan menetapkan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil. 6 Pada tahun 1998, terdapat pembaharuan atas istilah “bank dengan prinsip bagi hasil”yakni melalui UU No. 10 Tahun 1987 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 yang mengakui keberadaan perbankan konvensional dan perbankan syariah serta mengizinkan bank konvensional untuk membuka kantor cabang/unit syariah. Penggunaan istilah untuk mengganti nama “bank dengan prinsip bagi hasil” menjadi “bank berdasarkan prinsip syariah”.

Pada UU No. 10 Tahun 1998 pada pasal 1 angka 3 juga sebagai wujud Penguatan Aspek Hukum Bank Syariah yang memuat definisi terkait bagaimana konsep prinsip syariah, yang mana prinsip syariah merupakan aturan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana, dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudhârabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyârakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murâbahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijârah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijârah wa iqtina’). 7 Setahun setelahnya pada tahun 1999, terbit kembali UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang didalamnya mengatur kebijakan moneter berbasis prinsip syariah yang mana peran Bank Indonesia sebagai penanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan bank komersial termasuk bank syariah dan berwenang pula untuk menetapkan sebuah kebijakan moneter syariah.

Penguatan aspek hukum bank syariah semakin dikuatkan sejak disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang hingga saat ini dijadikan sebagai payung hukum kegiatan operasional Bank Syariah di Indonesia. Penggunaan istilah “bank berdasarkan prinsip syariah” secara resmi diubah menjadi “Bank Syariah”, dimana klasifikasi bank yang menjalankan prinsip syariah dibagi menjadi dua yakni Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank umum dapat membuka BUS yang beroperasi secara penuh berdasarkan prinsip syariah. Bagi Bank Umum konvensional dapat membuka Unit Usaha Syariah yang dipersyaratkan untuk memisahkan diri (spin off) dari induk konvensional dalam kurun waktu tertentu. 8