Kebijakan Politik Regulasi Perbankan Syariah sangat terlihat dari adanya perbedaan definisi terhadap prinsip syariah antara UU No. 10 Tahun 1998 dan UU Perbankan Syariah, dimana prinsip syariah adalah hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 9 Dalam UU Perbankan Syariah juga diatur terkait dengan kepatuhan syariah (syariah compliance) yang kewenangannya ada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ada pada setiap Bank Syariah. Dari segi pengawasannya, Bank Syariah sebelumnya diawasi oleh Bank Indonesia namun sejak berlakunya Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuang (OJK) fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuang di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya yang semula menjadi wewenang BI beralih ke OJK.
Dari sejumlah regulasi yang mengatur perbankan syariah tersebut diatas, terlihat jelas bahwa peran negara melalui kebijakan politik secara nyata telah mengakomodir kehendak umat Islam yang ingin menjalani kehidupan Muamalahnya secara Kaffah demi menghindari jerat riba, gharar, dan maisir dalam perbankan, sehingga pengaturan tersendiri bagi Perbankan Syariah merupakan suatu hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank Syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank Syariah dalam undang-undang tersendiri.
Disisi lain, melalui kebijakan politik berbentuk regulasi tersebut terlihat jelas bahwa Negara menginginkan penguatan sistem ekonomi Islam demi menggerakan perekonomian dan menjadi katalis pembangunan, tidak hanya itu Negara juga telah sadar bahwa perbankan syariah harus berdiri sendiri sebagai sebuah sistem yang terpisah dan tidak dapat lagi disamakan dengan perbankan konvensional dari segi payung hukumnya. Perjuangan dalam memuatkan nilai-nilai syariah dalam kehidupan bernegara di Indonesia ini memerlukan tindakan nyata dalam strategi politik, karena pada dasarnya Indonesia bukanlah negara berbasis Islam. Syariah tidak harus muncul dan tampak dalam produk secara tertulis, namun yang urgent adalah menanamkan hakikat dan nilai-nilai syariah pada substansi hukum di Indonesia.
Pengaturan regulasi Perbankan Syariah dari sudut pandang politiknya, sejatinya merupakan wujud kehendak politik negara yang diwujudkan melalui sebuah produk hukum. Kehadiran hukum pada suatu negara menjadi sebuah persyaratan mutlak untuk menjalankan kehidupan bernegara demi tercapainya ketertiban dan keadilan bagi masyarakat. Hukum sejatinya harus diberlakukan sesuai dengan nilai-nilai dimana masyarakat tersebut berada, termasuk Indonesia yang mengusung konsep Pancasila sebagai pusat dalam pembentukan sistem hukum nasional.
Dalam pemahaman konsep Pancasila pada sila ke-1, umat Muslim sebagai mayoritas telah dijamin oleh negara untuk menjalankan syariatnya dan hal ini tidak bertentangan dengan konsep Pancasila, justru hal ini sejalan dengan semangat Pancasila dan hukum mengingat hukum di Indonesia haruslah mendasarkan pada nilai-nilai yang hidup dimasyarakat dalam hal ini Islam merupakan sebuah konsep nilai yang telah membumi dan diterapkan oleh masyarakat. Tidak hanya sebagai agama, tetapi syariat Islam telah menjadi sendi-sendi kehidupan masyarakat karena adanya sifat universal.