Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers” menyebutkan istilah hukum adat sebagai “adat recht” (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.

Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).

Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil terdiri dari hukum ada yang tercatat (beschreven), seperti yang dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di Indonesia, dan hukum adat yang didokumentasikan (gedocumenteerch) seperti dokumentasi awig-awig di Bali.

 

Bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil terdiri dari hukum ada yang tercatat (beschreven), seperti yang dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di Indonesia, dan hukum adat yang didokumentasikan (gedocumenteerch) seperti dokumentasi awig-awig di Bali. Awig-awig adat yang ada di desa adat di Bali hampir seluruhnya telah terkodifikasi dalam bentuk hukum tertulis (statutory law). Hukum-hukum adat tersebut dikodifikasi setelah melalui proses penggalian kebiasaan hukum yang berlaku di masyarakat secara partisipatif dan pemilahan terhadap kebiasaan hukum yang masih dapat dipertahankan dan yang perlu ditinggalkan. Dengan telah dituangkannya hukum-hukum adat tersebut dalam bentuk hukum tertulis – maka pertimbangan hukum tidak lagi berdasarkan keputusan penguasa adat atau pemuka agama (seperti yang terjadi di jaman kerajaan), melainkan berdasarkan aturan-aturan tertulis yang tertuang dalam hukum itu sendiri. Ini merupakan wujud dari kepastian hukum sekaligus keadilan komunal. Dengan kata lain, konotasi hukum adat sebagai hukum tidak tertulis (nonstatuir), jelas terbantah.

Bagian kecil dari hukum adat itu hukum tertulis yaitu hukum yang ditetapkan dalam peraturan perundand-undangan. Undang-undang itu pernah dibuat oleh raja-raja, penguasa-penguasa masyarakat adat dan seterusnya.

Hukum adat berbeda dari hukum barat, hukum Eropa lebih bersifat individualis daripada hukum adat. Di barat yang kuat ialah faktor individuil, manusia mengembangkan dirinya sebagai individu sehingga unsur kemasyarakatannya terdesak. Sebaliknya, hukum adat di Indonesia kuat akan persekutuan atau golongan, kemungkinan-kemungkinan bagi individu untuk hidup secara individu terbatas oleh susunan pergaulan hidup.

 

WILAYAH HUKUM SELURUH INDONESIA
Jika ingin mendapatkan konsultasi hukum online gratis atas permasalahan hukum yang sedang dihadapi, silahkan menghubungi kami lewat Chat WhatsApp 081351187743, Kantor Advokat Klinik Hukum Kalsel (Advokat Martapura / Pengacara Martapura) berkantor Pusat di Martapura, telah memiliki rekan dalam lingkup wilayah kerja seluruh Indonesia seperti Wilayah Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, dan Martapura. Selain itu, Klinik Hukum Kalsel juga melayani penanganan berbagai permasalahan hukum di wilayah hukum Kalimantan Selatan lainnya seperti: Kabupaten Tanah Laut (Pelaihari), Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Banjar (Martapura), Kabupaten Barito Kuala (Marabahan), Kabupaten Tapin (Rantau), Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Kandangan), Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Barabai), Kabupaten Hulu Sungai Utara (Amuntai), Kabupaten Tabalong (Tanjung), Kabupaten Tanah Bumbu (Batu Licin), Kabupaten Balangan (Paringin), Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru
Pengacara Kalimantan Selatan, Pengacara Tanah Laut (Pelaihari), Pengacara Kotabaru, Pengacara  Banjar (Martapura), Pengacara Marabahan, Pengacara Rantau, Pengacara Kandangan, Pengacara Barabai, Pengacara Amuntai, Pengacara Tanjung, Pengacara Batu Licin, Pengacara Paringin, Pengacara Banjarmasin, Pengacara Banjarbaru