Peraturan perundang-undangan nasional adalah peraturan tertulis yang telah dibuat oleh lembaga yang berwenang dan terdapat perbedaan tata urutan. Peraturan tersebut sebagai pedoman warna negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Analisis Perbedaan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan.
1. Undang-Undang Dasar 1945
Sesuai dengan kosep “groundnorm”yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, maka terdapat perbedaan norma dasar pada penerapana peraturan perundang-undangan zaman
Hindia Benda dan pasca zaman tersebut. Terlihat jelas bahwa, pada zaman Hindia Belanda saat ini beum ada dibuatnya UUD 1945 sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa UUD 1945 tidak dicantumkan ke dalam hierarti peraturan perundang-undangannya. Namun, pasca kemerdekaan Indonesia, dibuatlah UUD 1945 sebagai norma dasar dan konstitusi bagi Indonesia, yang menjadikan UUD sebagai norma tertinggi dari peraturan-peraturan yang beraku di Indonesia.
Sebagai reasoning, hilangnya UUD 1945 di dalam hierarki pada awal era kemerdekaan, disebabkan karena UUD 1945 tidak berlaku dan terjadinya kekosongan hukum sementara pada saat itu. Sehingga UUD 1945 tidak dapat dicantumkan di dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Dan UUD 1945 kembali berlaku setelah dikeluarkannya Dektri Presiden 5 Juli 1959.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Pada awalnya, TAP MPR tidak masuk ke dalam hierarti peraturan perundangan dikarenakan memang pada masa Hindia Belanda belum ada organ Negara yang bernama MPR. Adapun MPR, dibentuk pasca kemerdekaan. Sehingga, pada zaman Hindia Belanda TAP MPR belum ada dan dimasukkan ke dalam hierarki pada era pasca DEKRIT. Karena pada saat itu barulah dibentuk lembaga MPRS sebagai cikal bakal dari MPR. Sebab dimasukkannya TAP MPR di dalam hierarki dikarenakan PR merupakan lembaga tertinggi Negara yang memegang peranan penting di dalam sistem pemerintahan. Lalu, TAP MR sempat dihapuskan pada susunan hierarki peraturan perundangan menurut UU.No. 10 Tahun 2004. Disebabkan, pasca amandemen UUD tahap IV, MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi Negara. Dan juga pada aspek judicial review, TAP MPR tidak ada lembaga yang berwenang untuk melakukan pengujian materinya. Namun, menjadi lembaga tinggi Negara yang setara dengan lembaga tinggi Negara lainnya. Tetapi, walaupun TAP MPR sempat dihapus, tetap memiliki kekuatan mengikat yang sama.
Pada tahun 2000, alasan kenapa TAP MPR masih dicantumkan di dalam hierarki menandakan bahwa kekuatan politik pada masa itu masih dipegang oleh MPR sebagai pusat peraturan yang lebih tinggi dari pada UU dan PERPU.
TAP MPR dimasukkan kembali ke dalam hierarki peraturan Perundang-undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 dikarenakan, bentuk penegasan bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR masih diakui dan berlaku secara sah.
3. Undang-undang
Secara garis besar tidak ada perbedaan. Hanya pengistilahan nama saja yaitu pada zaman Hindia Belanda disebut Wet.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Terdapat perbedaan TAP MPRS/XX/1966, TAP MPR No. 10/MPR/2000, dan UU No.10 Tahun 2004. Yaitu pada penempatan Perpu yang awalnya setara dengan Undang-Undang lau diturunkan ke bawah Undang-Undang, lalu di buat sejajar kembali dengan Undang-Undang. Diturunkannya Perpu ke bawah Undang-Undang dikarenakan beberapa alasan yaitu, karena untuk dikatakan sejajar memerlukan beberapa prosedur. Yaitu dengan diberikannya persetujuan dari DPR. Sehingga, memerlukan persetujuan DPR terlebih dahulu sebelum diberlakukannya dan dicantumkan ke dalam lembaran Negara[1]. Sehingga secara fleksibilitas berlakunya Perpu lebih memerlukan proses yang rumit sebelum diberlakukannya. Sedangkan alasan disetarakannya UU dan Perpu secara materi dan fungsi Perpu dan UU memiliki kesamaan karena pada akhirnya apabila Perpu disetujui maka akan menjadi UU juga.[2]
5. Peraturan Pemerintah
Secara garis besar tidak ada perbedaan.
6. Peraturan Presiden
Pada awalnya Peraturan Presiden merupakan Keputusan Presiden. Bedanya keputusan dan peraturan, keputusan (beschikking) selalu bersifat individual dan konkrit, dan pengujiannya melalui gugatan di peradilan. Sedangkan peraturan (regeling) selalu bersifat general dan abstrak, serta pengujian untuk peraturan dibawah undang-undang (judicial review) ke Mahkamah Agung. Untuk undang-undang diuji ke Mahkamah Konstitusi.
7. Peraturan Daerah
Pada awalnya diatur dalam UU No.10 Tahun 2010, Peraturan Daerah terdiri dari 3 sub-bagian. Yaitu Perda terdiri dari Perda Provinsi, Perda Kabupaten, dan Perda Desa. Sedangkan pada UU No. 12 Tahun 2011 Perda dipisahkan menjadi Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.
8. Peraturan Desa.
Peraturan Desa yang pada awalnya sempat dicantumkan di dalam hierarki peraturan perundang-undangan, namun pada UU No. 12 Tahun 11 dihilangkan dan dimasukkan ke dalam peraturan pelaksanaan lainnya. Akan tetapi, daya ikat dari Peraturan Desa sendiri sama dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[1] Lihat, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Proses dan Teknik Pembentukannya , Jakarta: Kanisius, 2007, hal. 102.
[2] Ibid, hal. 105
Mengapa Harus memilih KHK Law Office sebagai Advokat/Pengacara di Yogyakarta ?
- Pelayanan Simple dan Cepat.
- Expert/Ahli dan Terpercaya. Kami KHK Law Office telah berpengalaman dan tentunya ahli dibidangnya serta dapat dipercaya.
- Harga Terjangkau dan layanan 24 Jam. Dengan harga terjangkau, namun pelayanan tetap yang terbaik. Dan tentunya, layanan konsultasi hukum 24 jam.
Wilayah hukum Jasa Pengacara Jogja: